Aku tidak tau tentang dinamika yang ada. Dalam sebuah miniatur, dimana idealisme diagungkan. Apakah miniatur ini hanya sebagai tempat untuk duduk di belakang meja mendengarkan lisan seorang atau beberapa orang cendikia?
Tentunya tidaklah sesederhana dan sesempit itu seperti masa putih abu-abu. Berbagai polemik ataupun intrik akan selalu terjadi dalam miniatur ini. Manusia-manusia baru yang masuk dalam miniatur ini, tanpa sadar dipaksa memasuki sebuah ranah yang belum diketahui sebelumnya. Doktrin-doktrin seolah menjadi puisi indah yang diberikan kepada manusia-manusia baru itu. Dengan harapan tentunya manusia-manusia baru itu dapat terlena dengan puisi-puisi indahnya.
Aku tidak tau mana yang baik dan mana yang benar, karena pada hakikinya tidak ada yang salah. Dan aku seolah menjadi seorang yang buta, buta warna dengan beragamnya warna yang menjadi bayang-bayang miniatur itu. Aku hanya bisa beranggapan, hanyalah kepentingan mendasari itu semua. Menurutku, mereka akan hanya dijadikan motor penggerak bagi kepentingan masing-masing warna.
Idelisme masing-masing individu seolah terlebur dalam idealisme warna yang hanya berdasarkan kepentigan semata.
Semua warna itu terlihat saling sikut untuk merengkuh manusia-manusia baru itu. Tidak lain adalah ingin sebagai kuasa dalam miniatur itu. Sistem seolah menjadi tujuan tujuan utama untuk dapat mendudukinya. Itulah kepentingan, kepentingan politis sebuah miniatur.
Jujur aku lelah melihat itu semua, aku jenuh merasa itu semua, dan aku penat jika harus berhadapan itu semua. Aku merasa tetap ingin menjadi orang yang buta warna, menikmati indahnya miniatur ini yang tersembunyi dibaliknya dengan kebebasan diri tanpa adanya tekanan darisiapapun dan darimanapun. Dan aku lebih memilih menjadi bodoh mengenai hal itu semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar